Montase Sinema Indonesia dalam Empat Babak

dan Sebuah Kaleidoskop Mungil (2018)

Kresna Adetea
3 min readJan 3, 2019
Source: Cinesurya

DIMENSI referensial perfilman memang tidak bisa lepas dari kondisi zaman. Buktinya, tumbuh atau tumbangnya geliat perfilman sering kali dipengaruhi oleh situasi-situasi yang tidak mampu untuk diantisipasi, seperti perkara ekonomi, pergolakan politik, ataupun perkembangan teknologi. Hal itulah yang mengamini bahwa sejarah yang diperankan Indonesia sangatlah berpengaruh terhadap sepak terjang perfilman Indonesia itu sendiri.

Tahun ini, selain adanya kemelut politik yang sukses mengalihkan fokus masyarakat, ada hal yang sebetulnya menarik namun luput dari perbincangan warganet, yaitu tontonan atau film tahun ini yang tak kalah menghibur dari beberapa sineas kita. Mulai dari lahirnya figur melankolis — banyak digandrungi oleh kaum hawa — seperti Dilan yang diadaptasi dari novel larisnya hingga upaya merestorasi sosok dingin dan angkernya Suzzana yang masih saja melekat dengan atribut perut bolong setidaknya menjadi sedikit fantasi kecil dari para sineas yang dimiliki Indonesia saat ini.

Merayu dan Memikat Penonton

Film Dilan 1990 memang sukses besar. Secara komersial, film adaptasi novel karya Pidi Baiq menjadi film terlaris kedua sepanjang masa dengan penjualan tiket lebih dari enam juta lembar selama tayang di bioskop. Tidak sedikit penonton yang merelakan waktunya menonton beberapa kali karena gemas dengan duet akting Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla serta keajaiban dialog yang ditulis Pidi. Kisah dua remaja Bandung mabuk asmara ini sebenarnya sudah populer sejak terbit sebagai novel trilogi. Selain ramai obrolan tentang sosok asli Dilan dan Milea, orang-orang tertarik dengan gombal dan tingkah laku Dilan.

Dilan 1990 juga populer di jagat maya karena menjadi kata kunci terkait film yang paling banyak dicari di situs peramban Google Indonesia sepanjang 2018, jauh lebih banyak ketimbang film Avengers: Infinity War. Film keduanya, Dilan 1991, sedang dikerjakan dan akan dirilis tahun depan.

Adaptasi dan Restorasi Karakter

Perfilman Indonesia di era tujuh puluhan punya sejumlah film populer yang tokohnya melekat erat dengan pemerannya. Sebutlah mendiang Benyamin Sueb dan Suzzanna Martha Frederika. Kendati mereka bermain sebagai tokoh dengan nama berbeda setiap film, yang dikenang adalah “film komedi Benyamin” atau “film horor Suzzanna”. Tahun ini, ada film berjudul Benyamin Biang Kerok dan Suzzanna: Bernapas dalam Kubur. Dua film baru ini tidak dibintangi Benyamin dan Suzzanna, tetapi pemeran lain yang meniru karakter mereka di dalam film lama.

Formula yang diterapkan belum tentu mendaur ulang kisah dari film lama. Meskipun judulnya memakai nama pemeran lama, bukan juga film biopik. Mungkin saja ide awal film berangkat dari strategi pemasaran filmnya lewat “nostalgia”, embel-embel “perayaan”, atau nama pemeran lama yang menjadi semacam merek. Mungkin kita perlu istilah baru untuk jenis film restorasi karakter seperti ini, termasuk juga untuk Warkop DKI Reborn.

Sementara itu, diantara film-film baru dengan materi lawas, perfilman kita punya dua film adaptasi yang konsepnya lebih akrab di telinga. Ada Si Doel The Movie, yang melanjutkan kisah serial televisi Si Doel Anak Sekolahan, serta Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 yang diangkat dari novel berseri karya Bastian Tito.

Buas di Kancah Festival dan Internasional

Sepanjang tahun 2018, ada sejumlah film cerita garapan produser dan sutradara dalam negeri yang berkelana ke berbagai festival film internasional, bahkan meraih penghargaan. Tidak semua film ini tayang perdana tahun 2018 dan tidak semua dirilis di bioskop. Namun berita bahwa film-film mereka telah mendapatkan penghargaan tersebut menyeruak dan harum-harumnya pada tahun ini.

Beberapa film cerita antara lain: Sekala Niskala (Kamila Andini), Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (Mouly Surya), Pengabdi Setan (Joko Anwar), Sebelum Iblis Menjemput (Timo Tjahjanto), Kucumbu Tubuh Indahku (Garin Nugroho), Ave Maryam (Robby Ertanto), 27 Steps of May (Ravi Bharwani), If This Is My Story (Djenar Maesa Ayu & Kan Lume), Istri Orang (Dirmawan Hatta), dan Bird (Richard Oh), Kado (Aditya Ahmad), dan Ballad of Blood and Two White Buckets (Yosep Anggi Noen).

Eskalasi Penonton Film

Belum ada rilis data resmi dari filmindonesia.or.id terkait capaian box office atau penjualan tiket bioskop di tahun 2018. Namun akun twitter @bicaraboxoffice, yang rutin memantau data mingguan box office domestik, telah merilis data sementara akumulasi penjualan tiket selama tiga tahun terakhir.

Setidaknya sejak 2016, jumlah penonton film bioskop memang meningkat. Angka penjualan tiket film selama 2017 adalah lebih dari 42 juta lembar. Tahun ini, sebelum ditambah dengan capaian tiket film-film akhir tahun, jumlahnya meningkat menjadi 48 juta lembar. Angka ini kemungkinan naik menjadi 50 juta lembar seandainya Milly & Mamet — yang rilis akhir tahun ini — berhasil mencapai penjualan di atas dua juta lembar.

Tulisan ini juga mendapat kesempatan terbit pertama kali di Jurnal Lakuna Edisi X/Desember 2018

--

--